Rabu, 16 November 2011


Eksistensi Tokoh Maria menurut Pembaca;
Kajian Resepsi Sastra dengan Metode Penelitian Eksperimental

A.    Pendahuluan
Resepsi berasal dari kata recipere(latin) dan reception(inggris) yang berarti penerimaan atau penyambutan pembaca. Dengan begitu secara tidak langsung resepsi sastra dapat dimaknai sebagai metode pengolahan teks melalui tanggapan dari pembacanya, atau cara-cara pemberian makna terhadap karya sastra sehingga dapat memberikan respon atau reaksi terhadap karya sastra. Intinya, metode ini selalu bertitik tolak kepada reaksi pembaca.

B.     Landasan Teori
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya, misalnya Satriyani. menurutnya resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan(2001:253). Sedangkan Pradopo menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada pembaca terhadap karya sastra. Lain  dengan Endaswara (2008;118) ia mengemukakan bahwa resepsi berarti menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Dari ketiga pendapat tersebut jelaslah bahwa tanggapan atau reaksi pembacalah yang menjadi pokok dalam resepsi sastra.
-          Unsur-unsur Resepsi
Dalam bukunya Pengantar Resepsi Sastra, Umar Junus menyederhanakan pendapat Segers mengenai unsur-unsur resepsi sastra menjadi empat bagian, yaitu pembaca, legetica dan poetica, horizon penerimaan dan kongkretisasi, serta interpretasi dan evaluasi.
Berdasarkan pendapatnya pembaca digolongkan menjadi dua kategori, pembaca biasa dan pembaca ideal. Pembaca biasa adalah pembaca karya sastra dalam artian yang sebenarnya, sedangkan pembaca ideal adalah pembaca yang menempatkan karya sastra sebagai bahan penelitian.  
Kedua, legetica dan poetica. Legetika mengacu kepada bagaimana proses pembacaan dari seorang pembaca diterangkan dan bagaimana semestinya suatu penerimaan terjadi dalam suatu proses penerimaan. Poetika mengacu pada cara suatu teks dapat dilukiskan sesuai dengan perspektif estetika karya itu.
Horizon penerimaan dan kongkretisasi adalah hubungan antara latar belakang yang mempengaruhi pembaca dengan pemaknaan dan penerimaan terhadap karya sastra. Horizon itulah yang mengonkretkan karya sastra sehingga dapat diterima dan ditanggapi pembaca. Sedangkan interpretasi dan evaluasi adalah pemaknaan pembaca terhadap karya sastra dan kemampuan untuk menilai kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya.
-          Penerapan Metode
Berdasarkan teknik pendekatannya, Abdullah(dalam Jabrohim 2001:119) menggolongkan resepsi ke dalam tiga macam pendekatan. (1) penelitian resepsi sastra secara eksperimental, (2) penelitian resepsi lewat kritik sastra, (3) penelitian resepsi secara intertekstual. Sedangkan berdasarkan masa peresponnya, metode dapat diterapkan melaui dua cara yakni sinkronis dan diakronis. Sinkronis artinya penelitian dilakukan dengan menggunakan tanggapan pembaca sezaman, dengan kata lain responden berada dalam satu periode waktu yang sama. Diakronnis berarti penelitian resepsi sastra dilakukan dengan menelaah tanggapan pembaca dalam rentang waktu tertentu.

C.     Pembahasan
Penelitian ini berfokus pada penerimaan pembaca terhadap eksistensi tokoh Maria dalam novel Ayat-ayat Cinta.
Novel Ayat-ayat Cinta menjadi menarik dibahas karena pembacanya yang begitu banyak. Dalam masanya lantas novel ini menjadi satu diantara novel yang paling terkenal, bahkan dalam kurun waktu yang cukup lama. Pasalnya novel yang dikarang oleh seorang lulusan universitas Al-Azhar ini, meracik nilai-nilai agama, budaya dan cinta secara padu sehingga mudah disukai banyak orang dari berbagai generasi.
Dalam novel ini Habiburrahman El-shirazy bercerita tentang perjalanan cinta anak manusia yang  berbeda latar belakang dan budaya. Seorang mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir.
Awalnya fahri, tokoh utama dalam cerita ini, adalah orang yang jauh dari perempuan. Perempuan yang ia kenal hanya ibu, nenek dan saudara perempuannya. Kemudian hidup di Mesir membuat hal itu berubah. Seiring dengan bertambahnya ilmu keislaman, bertambah pulalah nama-nama perempuan dalam hidupnya. Maria Girgis misalnya. Tetangga satu flat yang beragama Kristen. Maria dalam novel ini diceritakan mengagumi Al-Qur'an dan bahkan mampu menghafal surat Maryam. Lalu ada Nurul. Anak seorang kyai terkenal dari Indonesia yang juga mengeruk ilmu di Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak.
Setelah itu nama Noura pun muncul. Tetangga yang selalu disiksa Ayahnya sendiri. Fahri berempati kepada Noura dan ingin menolongnya. Celakanya  Noura mengharap lebih yang kemudian menimbulkan masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya. Terakhir muncullah Aisha yang menarik hati Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya. Keempat nama perempuan itulah yang lantas secara besar-besaran mempengaruhi kehidupan Fahri dalam cerita ini.
Berdasarkan keterangan-keterangan itu, jelaslah bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam novel ini tidak bisa dianggap remeh kehadirannya. Melalui metode resepsi secara sinkronis. Kami mencoba memberikan questioner kepada pembaca novel ini untuk menemukan eksistensi tokoh-tokoh tersebut dalam penerimaan pembaca. Kemudian seiring berjalannya proses penelaahan tanggapan pembacanya, muncullah sebuah karakter yang eksistensi begitu kompleks dan berpengaruh besar dalam cerita. Hingga topic pembicaraan wacana ini pun dipesempit lagi menjadi eksistesnsi tokoh Maria dalam novel Ayat-ayat Cinta.
Melalui pertanyaan kualitatif, ternyata delapan puluh persen sampel respoden mengaku telah membaca novel ini. Delapan puluh persen dari responden yang membaca itu kemudian bahkan mengidentifikasi diri sebagai salah satu tokoh dalam cerita. Beberapa mengaku merasa turut serta dalam kejadian-kejadian dalam novel. Hal-hal yang mengemuka tersebut membuktikan bahwa pembaca menggunakan imajinasi saat berhadapan dengan novel ini. Sedangkan sisanya, mengaku membacanya secara keilmuan dan sedikit sekali menggunakan imajinasi. Hal ini juga menggambarkan bahwa pembaca biasa lebih banyak dibanding pembaca ideal.
Dari pembaca biasa yang mendominsai jumlah responden, delapan puluh lima persen dari keseluruhan menginginkan Fahri dan aisyahlah yang mendapat ruang kebahagiaan dalam cerita ini. Di sisi lain dua puluh lima persen dari responden berkeinginan Marialah yang seharusnya mendapatkan cinta Fahri dalam cerita ini. Perbedaan horizon pengharapan pembaca ini menjadi suatu hal yang patut diangkat ke muka soal. Karena secara tidak langsung hal itu menyatakan bahwa Maria sesungguhnya dalam cerita ini merupakan antagonis menurut pembaca. Namun, Maria sebagai antagonis, baiknya kita tahan sebagai hipotesa awal saja. Sebab rasanya terlau tergesa untuk menyatakannya di paragraph ini.
Berkaitan dengan antagonis dalam sebuah cerita, biasanya sang tokoh menentang keinginan atau jalan kebahagian tokoh protagonist. Kaitannya dengan Maria, dalam novel Ayat-ayat Cinta Maria menjadi tokoh yang lebih banyak tidak diingini kehadirannya oleh pembaca. Dengan kata lain bagi berdasarkan tanggapan-tanggapan yang dikumulasi, Maria adalah tokoh yang mengganggu jalan kebahagiaan protagonist. Marialah yang membuat Fahri menjadi bimbang. Bila berangkat dari hal itu dapatlah difahami jika pembaca memposisikan Maria sebagai Antagonis.
Uniknya dalam kasus ini, Maria sebagai antagonis tidak diidentifikasikan sebagai tokoh berkarakter jahat oleh pembaca. Justru sebaliknya. Buktinya, seratus persen pembaca menyatakan bahwa dirinya menemukan banyak kebaikan dan pelajaran dari sang tokoh. Tidak seperti cerita umumnya yang biasa mengidentikkan tokoh antagonis dengan karakter-karakter jahat. Keantagonisan Maria memang sangat mungkin diragukan, karena masih ada biang onar lain dalam cerita ini. Seperti kita tahu Noura menjadi tokoh berkarakter jahat yang juga menghalangi jalan kebahagiaan Fahri. Ia memfitnah Fahri melakukan pemerkosaan. Namun, di luar dugaan justru delapan puluh persen responden mengungkapkan bahwa poligamilah pokok cerita ini. Secara otomatis dari jawaban-jawaban yang timbul mengarahkan Maria sebagai tokoh sentral dalam penentangan cinta Fahri dengan Aisyah.
Penegasan posisi Maria sebagai tokoh Antagonis oleh para pembaca ini, ternyata dapat difahami jika melihat kembali tanggapan pembaca mengenai poligami dan pernikahan beda agama. Tentang poligami, delapan puluh lima persen pembaca memiliki pandangan bahwa poligami merupakan hal yang rumit dan akan menyengserakan semua pihak. Dari hal itu dapatlah dimengerti jika delapan puluh lima persen pembaca juga menghendaki Fahri menikah dengan Aisyah saja. Hal itu diperkuat lagi, karena pada permasalahan perbedaan agama, sembilan puluh persen responden menganggap hal itu tidak mungkin dilaksanakan.
Dari tanggapan-tanggapan yang muncul itu, jelaslah bahwa perbedaan agama, posisi orang ketiga dan poligami memiliki kesan negatif pada horizon pembaca Ayat-ayat Cinta di Indonesia. Itulah yang menyebabkannya mengganggu jalan kebahagiaan sang protagonist, sehingga mendapat posisi antagonis dalam penerimaan pembaca. Meski begitu, sebagai karakter ternyata Maria mendapat citra yang positif dihadapan para pembaca.
Lampiran

Daftar pustaka
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nuzulina Ar., Dian. 2011. Teori Resepsi Sastra.
http://arerariena.wordpress.com/2011/02/02/teori-resepsi-sastra/.
Rohkmansyah, Alfian. 2011. Resepsi Sastra dan Metode Penerapannya.
http://phianzsotoy.blogspot.com/2010 /04/ makalah-resepsi-sastra-dan-
metode.html

Sabtu, 15 Januari 2011

Sekitar Sastra, Sekitar Angkatan, Sekitar Masa Ini



Pada masa ini sebetulnya tidak juga dapat dikatakan muncul sebuah angkatan. Melihat pada pengelompokan  yang telah banyak dilakukan sebelumnya, pengelompokan tokoh dan karya sastra Indonesia dapat dilihat dari perbedaan karakteristiknya. Karakteristik karya dan tokoh, biasanya dilihat dari segi isi/idealisme, bentuk, atau peristiwa khusus yang membedakannya dengan masa-masa sebelumnya. Sedangkan pada masa sekitar 2010 dan setelahnya karya dan tokoh sastra Indonesia belum ditemukan mengalami gejala-gejala yang menyebabkannya disebut sebagai sebuah angkatan.
Sebagai periodisasi masa ini termasuk masa yang mutakhir. Karya sastra yang lahir sangat beragam. Dilihat dari bentuk dan idenya tampak  sastra Indonesia begitu kaya akan tipe dan jenis. Hal ini disebabkan oleh banyaknya eksplorasi-eksplorasi yang dilakukan baik dalam kerangka bentuk atau pun ide.
Keinginan para penggiat sastra untuk melepaskan diri dari bentuk dan tema yang sudah ada menyebabkan periode ini banyak ditumbuhi karya-karya yang menitikberatkan pada eksplorasi. Meski begitu banyak juga yang masih terpengaruh dan bahkan terkesan mirip dengan tipe karya-karya yang lahir pada masa-masa sebelumnya.
Mengenai media, masa ini bisa dibilang masa yang sangat memudahkan penulis dalam mempublikasikan karyanya. Dimulai dari tahun 2000-an banyak sekali penulis yang mempublikasikan karyanya melalui media elektronik . baik itu melalui website, blog atau pun facebook. Karya menjadi cepat menyebar dengan kemudahan akses  pembaca.
Selain itu yang masih memegang peranan penting pada periode ini adalah Koran minggu. Koran menjadi media yang sangat penting bagi karya-karya sastra, lebih jauh lagi bukan sekedar dalam hal publikasi. Koran minggu lambat-laun berkembang menjadi kurator yang memiliki fungsi sebagai pembaptis gelar kesastrawanan. Memang fenomena  ini bukan baru terjadi pada periode ini, namun pada masa 2010 peristiwa ini bisa jadi merupakan sorotan utama dikalangan penggiat sastra.